BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penelitian
merupakan kegiatan ilmuah yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan. Sebuah kegiatan ilmiah mengandung tiga persyaratan,
yaitu dilakukan bertujuan, terencana dan sistematis. Sebuah penelitian
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan
untuk memecahkan masalah. Mengutip pernyataan Emory dalam Sugiyono bahwa baik
penelitian murni maupun terapan semuanya berangkat dari masalah, hanya untuk penelitian
terapan hasilnya langsung dapat dirasakan untuk membuat keputusan.
Setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari
masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering menjadi hal
yang paling sulit dalam proses penelitian. Bila dalam penelitian telah dapat
menemukan masalah yang benar-benar masalah, maka sebenranya pekerjaan
penelitian itu 50% telah selesai. Oleh karena itu menentukan maslah dalam
penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat
ditemukan maka pekerjaan penelitian segera dapat dilakukan.
Berangkat dari latar belakang tersebut
pemakalah merasa perlu menyajikan makalah yang berisi pembahasan tentang penentuan
masalah dalam penelitian. Pemakalah berharap, setelah membaca makalah ini
pembaca dapat mengetahui apa definisi masalah, bagaimana cara mengidentifikasi
masalah dan merumuskan masalah dalam penelitian.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi masalah dalam
penelitian?
2.
Bagaimana cara mengidentifikasi
masalah dalam penelitian?
3.
Bagaimana cara merumuskan
masalah dalam penelitian?
C.
Tujuan
Makalah
1.
Mengetahui definisi masalah
dalam penelitian
2.
Mengetahui cara
mengidentifikasi masalah dalam penelitian
3.
Mengetahui cara merumuskan
masalah dalam penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Masalah
Secara sistematis, suatu penelitian yang mendasarkan pada metode
ilmiah biasanya dimulai dengan adanya permasalahan. John Dewey dan Kerlinger
dalam Sukardi mengidentifikasi bahwa permasalahan secara faktual dapat berupa
kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun para peneliti. Permasalahan
dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan target yang telah
ditetapkan oleh peneliti, tetapi karena suatu hal, target tidak dapat tercapai.
Sesuatu hal yang menyebabkan tidak dapat tercapainya target disebut masalah.
Permasalahan dapat pula diartikan sebagai jarak antara sesuatu yang diharapkan
dengan sesuatu kenyataan yang ada.[1]
Menurut Notoatmodjo dalam Setyawan, masalah penelitian secara
umum dapat diartikan sebagai:
“suatu kesenjangan (gap) antara yang seharusnya dengan apa
yang terjadi tentang sesuatu hal, atau antara kenyataan yang ada atau terjadi
dengan yang seharusnya ada atau terjadi serta antara harapan dan kenyataan”.[2]
Stonner dalam Sugiyono mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat
diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan
kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan
kompetisi.[3] Permasalahan dapat
diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren
perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide.
Sutrisno Hadi dalam Djunaedi mengidentifikasikan permasalahan sebagai
perwujudan “ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan,
ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya”.[4]
Dengan demikian adanya masalah penelitian karena
adanya "Rational Gap" antara yang diharapkan dan kenyataan.
Meskipun masalah penelitian itu selalu ada dan banyak, belum tentu mudah
mengangkatnya sebagai masalah penelitian, diperlukan kepekaan terhadap masalah
penelitian.
Rasa kepekaan seseorang diawali dengan sikap Skeptis dari seseorang.
Penelitian diawali dengan sikap skeptis yang mempunyai arti sikap
yang tidak mudah percaya.[5]
Sikap ini berbeda sekali dengan sikap tidak mau percaya. Sikap tidak mudah
percaya berarti bahwa fenomena yang terjadi di masyarakat sebelum ada
pembuktian ilmiah melalui penyelidikan ilmiah hingga ditemukan jawabannya,
seorang peneliti masih belum mau percaya, baru setelah ada jawaban melalui
penyelidikan ilmiah, hasilnya baru dipercaya. Untuk itu harus disajikan dengan
kritis, analitis, dan sistematis.
B. Identifikasi Masalah
Dalam kehidupan manusia sebenarnya banyak sekali permasalahan,
tetapi kita atau para peneliti muda sering menemui kesulitan dalam
mengidentifikasi permasalahan yang benar-benar layak untuk dijadikan
penelitian. Banyaknya bentuk permasalahan dapat diklasifikasi menjadi dua
macam, yaitu permasalahan yang sifatnya common sense (akal sehat) saja
dan permasalahan yang betul-betul masalah. Permasalahan yang baru dikatakan
mempunyai klasifikasi common sense biasanya dapat dirasakan hanya
terbatas perasaan seseorang atau diawali oleh hemat saya, sulit diukur, dan
reliabilitas kemunculannya dalam suatu konteks yang rendah. Dengan kata lain,
tidak semua orang mengalami yang dirasakan orang lain.[6]
Suatu permasalahan seringkali dipahami sebagai hal negatif yang
menjadi penghalang tercapainya suatu tujuan. Menurut Arikunto, permaslahan dalam
sebuah penelitian muncul ketika seorang calon peneliti merasakan adanya
“sesuatu yang tidak beres” (tidak atau belum sesuai dengan kondisi yang
seharusnya) dan ia ingin sekali mencari informasi lebih jauh mengenai hal
tersebut. Namun, permasalahan dalam kaitannya dengan suatu penelitian dapat
timbul juga dari hal-hal positif suatu gejala yang terjadi.[7]
Lebih lanjut Arikunto menjelaskan bahwa di samping dapat melihat “hal yang
tidak beres”, seorang calon peneliti juga dapat melihat hal-hal lain yang sifatnya
positif, baik dan pantas dijadikan contoh yang merangsangnya untuk mengajukan
pertayaan-pertanyaan penelitian untuk dicari jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat hanya menanyakan tentang status maupun penyebab timbulnya hal
yang baik tersebut.[8]
Seorang
peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang
ditekuninya dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara
“naluriah”, tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara-cara
menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. yang menjelaskan
dalam Djunaedi bahwa penemuan permasalahan dapat dilakukan secara “formal”
maupun “informal”. Cara formal melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi
tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak “rutin”.[9]
Cara-cara
formal (menurut metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan
dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
a.
Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada
bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya
menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan
dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk
menemukan permasalahan.
b.
Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara
“mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang
diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah
sesuai dalam tiap hal-hal yang penting.
c.
Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang
tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki
atau meningkatkan kemantapan suatu teori.
d.
Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara
dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang
merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
e.
Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren
(trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
f.
Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan
kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
g.
Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke
dalam komponen-komponennya.
h.
Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi,
peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang
(beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah
yang lebih rumit, kompleks.[10]
Sedangkan
cara-cara informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat
dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
a.
Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara
konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar
atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat
diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta
apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk.,
merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
b.
Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan
fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati.
c.
Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal,
terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi
kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal
ini merupakan konsensus nasional).
d.
Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi
permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan
untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan
mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan.[11]
Kerlinger dalam Sukardi menyebutkan bahwa permasalahan yang akan
diteliti hendaknya dapat memenuhi tiga kriteria penting, yaitu: (a) merefleksikan
dua variabel atau lebih, (b) dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang jelas dan
tidak meragukan (c) dapat diuji secara empiris. Tiga kriteria tersebut sangat
penting sebagai pertimbangan calon peneliti dalam mengidentifikasi permasalahan
yang ditemui, baik dalam teori maupun di lapangan.[12]
Penelitian akan berjalan dengan baik apabila peneliti
mampu memahami masalah penelitian dengan baik. Masalah penelitian dapat
dikembangkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah:
a. Kepustakaan.
b. Bahan diskusi
temu ilmiah, hasil seminar, simposium atau lokakarya.
c. Pengalaman dan
Observasi Lapangan.
d. Pendapat pakar
yang masih bersifat spekulatif.
Permasalahan yang akan diangkat sebagai topik penelitian,
seperti yang
dikutip Setyawan menurut Hulley & Cummings dalam Siswanto, dkk., harus memenuhi
persyaratan atau kriteria “FINER”(yaitu: Feasible, Interisting, Novel, Ethical,
Relevan), maksudnya:
1) Feasible: tersedia cukup
subjek penelitian, dana, waktu, alat dan keahlian.
2) Interisting: masalah yang
akan diangkat untuk topik penelitian hendaknya yang aktual sehingga menarik
untuk diteliti.
3) Novel: masalah dapat
membantah atau mengkonfirmasi penemuan atau penelitian terdahulu, melengkapi
atau mengembangkan hasilpenelitian sebelumnya, atau menemukan sesuatu yang
baru.
4) Ethical: masalah
penelitian hendaknya tidak bertentangan dengan Etika.
5) Relevan: masalah
penelitian sebaiknya disesuaikan juga dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK), ditujukan untuk meningkatkan atau mengembangkan keilmuan dan
penelitian yang berkelanjutan.[13]
Dalam memililih permasalahan penelitian
akan lebih mudah bagi para peneliti jika mereka secara organisatoris
memperhatikan langkah-langkah penting seperti berikut;
Pertama, mereka hendaknya dapat mengidentifikasi cakupan luas atau general
area dari permasalahan, misalnya bidang teknologi terapan, bimbingan
karier, psikologi, sosiologi, manajemen, bidang ekonomi dan sebagainya. General
area ini kemudian dapat dgunakan sebagai acuan dalam mencari akar
permasalahan maupun sebagai latar belakang yang relevan dalam mencari akar
masalah yang hendak diteliti.[14]
Cakupan yang luas tersebut kemudian
dispesifikasi untuk mencari apakah permasalahan tersebut sering kali muncul dan
dapat pula dinilai secara kasar kemanfaatannya terhadap ilmu general area maupun
terhadap masyarakat pemakai.
Kedua,
mempersempit permasalahan sehingga menjadi permasalahan yang dapat diteliti
atau researchable problems. Langkah mempersempit ini perlu karena
beberapa alasan, yaitu (a) tidak semua permasalahan dapat diteliti, (b)
permasalahan yang terlalu luas akan suli diukur, (c) permasalahan yang terlalu
sempit bukan masalah penelitian tetapi hanyalah problem solving yang
dapat dipecahkan secara langsung.[15]
Untuk menjaga agar langkah
penyempitan tersebut menjadi lebih mudah, permaslahan yang hendak diungkap
diatur sesuai dengan subtema dari bab pertama, yaitu latar belakang penelitian
atau research background:
a.
pendahuluan,
b.
identifikasi permasalahan,
c.
pembatasan masalah,
d.
perumusan masalah,
e.
tujuan penelitian, dan
f.
definisi operasional.[16]
Langkah berikutnya setelah masalah disampaikan ialah dirumuskan
menjadi bentuk pertanyaan yang sesuai dengan metode penelitian yang digunakan.
C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di
antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting
dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian
akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Rumusan
Masalah atau Problem Formulation atau Research Problem adalah suatu
rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai
fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling
terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab
maupun sebagai akibat. Rumusan Masalah merupakan formulasi dari pertanyaan penelitian,
yang artinya merupakan kesimpulan pertanyaan yang terkandung dalam pertanyaan
penelitian.[17]
Dengan demikian perumusan masalah merupakan
jawaban atas pertanyaan: apa masalah penelitian itu?. Untuk itu harus pula
dibedakan antara Perumusan Masalah dengan Pertanyaan Penelitian.
Pertanyaan Penelitian lebih mengacu pada tujuan khusus dan segi-segi teknis pengumpulan data. Rumusan Masalah umumnya dalam bentuk pertanyaan,
dan jarang sekali dalam bentuk pernyataan, walaupun dalam bentuk pernyataan pun
banyak ahli yang tidak mempermasalahkan.[18]
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan
jawabannya melalui pengumpulan data. Bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian
ini dikembangkan berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasi (level of
explanation). Bentuk masalah dapat dikelompokkan ke dalam bentuk masalah
deskriptif, komparatif, dan asosiatif.
1. Rumusan Masalah Deskriptif
Suatu rumusan
masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri,
baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Dalam
penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel
yang lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain.
Penelitian semacam ini untuk selanjutnya dinamakan penelitian deskriptif.
2. Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan
masalah yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau
lebih sampel yang berbeda atau waktu yang berbeda
3. Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan
masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau
lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan yaitu hubungan simetris, hubungan kausal,
dan hubungan interaktif/timbal balik.
a. Hubungan Simetris: hubungan antara dua variabel atau lebih yang
kebetulan munculnya bersama.
b. Hubungan Kausal: hubungan yang bersifat sebab akibat. Terdapat
variabel independen (variabel yang mempegaruhi) dan dependen (variabel yang
dipengaruhi).
c. Hubungan Interaktif: hubungan saling mempengaruhi. Di sini tidak
diketahui mana variabel independen dan dependen.[19]
Dalam merumuskan masalah harus memenuhi
Syarat-Syarat atau Kriteria sebagai berikut:
1.
Rumusan
masalah harus jelas, padat dan dapat dipahami oleh orang lain
2.
Rumusan
masalah harus mengandung unsur data yang mendukung pemecahan masalah penelitian
3.
Rumusan
masalah harus merupakan dasar dalam membuat kesimpulan sementara (Hipotesis)
4.
Masalah
harus menjadi dasar bagi judul penelitian
5.
Suatu
perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat
interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun
pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua
atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusia.
6.
Bermanfaat
atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti
pemecahannya secara jelas, diharapkan akan memberikan sumbangan teoritik yang
berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan
teori-teori yang sudah ada.
7.
Dirumuskan
di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya
menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara
nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.[20]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara sistematis, suatu penelitian yang
mendasarkan pada metode ilmiah biasanya dimulai dengan adanya permasalahan. Suatu permasalahan yang diangkat dalam sebuah penelitian disusun
dengan mengidentifikasi gejala-gejala yang terjadi di lingkungan dengan
menyatakannya dalam sebuah kalimat pernyataan. Selanjutnya pernyataan
permasalahan tersebut disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan yang mencakup
variabel yang dibahas dan hubungan antar variabel sebagai rumusan masalah dalam
suatu penelitian.
Permasalahan
yang diangkat dalam sebuah penelitian tidak selamanya merupakan hal yang
negatif. Dalam penelitian dapat juga mengangkat permasalahan yang timbul dari
hal-hal positif suatu gejala yang terjadi, misalnya dengan menanyakan tentang
status maupun penyebab timbulnya hal yang baik tersebut. Penentuan dan
perumusan permasalahan yang jelas dan pasti sangat menentukan berjalannya
proses penelitian. Kesalahan dalam menentukan masalah penelitian akan
mempengaruhi sejauh mana analisis penelitian tersebut, bahkan penelitian tidak
bisa dilakukan.
B.
Saran
Penulis
menyadari materi yang telah dibahas pada makalah ini belum sampai sama sekali
pada pembahasan yang sempurna. Pencantuman contoh-contoh pada setiap pembahasan
tidak sepenuhnya pemakalah sampaikan. Pemakalah berharap pembaca dapat mencari
sumber bacaan lain sehingga pembaca memiliki pemahaman yang lebih utuh mengenai
materi yang sudah ada dalam makalah ini.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Djunaedi, Achmad. Perumusan Permasalahan.
(online). (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf). diakses tanggal 11 Februari 2017.
Setyawan, Dodiet
Aditya. 2014. Masalah Penelitian: Perumusan Masalah dalam Penelitian. Surakarta:
Politeknik Kesehtan Kemenkes Surakarta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugono, Dendy. dkk. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasonal.
Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
[1]Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), 21.
[2]Dodiet
Aditya Setyawan, Masalah Penelitian: Perumusan Masalah dalam Penelitian,
(Surakarta: Politeknik Kesehtan Kemenkes Surakarta, 2014), 2.
[3]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2014), 32.
[4]Achmad Djunaedi, Perumusan Permasalahan, (online), (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf),
diakses tanggal 11 Februari 2017.
[5]Dendy Sugono, dkk., Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasonal, 2008), 1481.
[6]Sukardi, Metodologi Penelitian, 21.
[7]Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), 28.
[9]Djunaedi, Perumusan Masalah, (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_
teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf).
[10]Djunaedi, Perumusan Masalah, (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_
teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf).
[11]Djunaedi, Perumusan Masalah, (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_
teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf)
[12]Sukardi, Metodologi, 24.
[13]Setyawan, Masalah Penelitian, 4-5.
[14]Sukardi, Metodologi, 25.
[15]Sukardi, Meotodologi, 26.
[16]Ibid.
[17]Setyawan, Masalah Penelitian, 5.
[18]Setyawan, Masalah Penelitian, 6.
[19]Sugiyono, Metode Penelitian, 35-37.
[20]Setyawan, Masalah Penelitian, 8.
0 komentar:
Posting Komentar