Sabtu, 04 Maret 2017

Penelitian Kuantitatif

BY Unknown No comments



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
 Penelitian merupakan kegiatan ilmuah yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Sebuah kegiatan ilmiah mengandung tiga persyaratan, yaitu dilakukan bertujuan, terencana dan sistematis. Sebuah penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Mengutip pernyataan Emory dalam Sugiyono bahwa baik penelitian murni maupun terapan semuanya berangkat dari masalah, hanya untuk penelitian terapan hasilnya langsung dapat dirasakan untuk membuat keputusan.
Setiap penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering menjadi hal yang paling sulit dalam proses penelitian. Bila dalam penelitian telah dapat menemukan masalah yang benar-benar masalah, maka sebenranya pekerjaan penelitian itu 50% telah selesai. Oleh karena itu menentukan maslah dalam penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, tetapi setelah masalah dapat ditemukan maka pekerjaan penelitian segera dapat dilakukan.
Berangkat dari latar belakang tersebut pemakalah merasa perlu menyajikan makalah yang berisi pembahasan tentang penentuan masalah dalam penelitian. Pemakalah berharap, setelah membaca makalah ini pembaca dapat mengetahui apa definisi masalah, bagaimana cara mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah dalam penelitian.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa definisi masalah dalam penelitian?
2.    Bagaimana cara mengidentifikasi masalah dalam penelitian?
3.    Bagaimana cara merumuskan masalah dalam penelitian?

C.  Tujuan Makalah
1.    Mengetahui definisi masalah dalam penelitian
2.    Mengetahui cara mengidentifikasi masalah dalam penelitian
3.    Mengetahui cara merumuskan masalah dalam penelitian


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Masalah
Secara sistematis, suatu penelitian yang mendasarkan pada metode ilmiah biasanya dimulai dengan adanya permasalahan. John Dewey dan Kerlinger dalam Sukardi mengidentifikasi bahwa permasalahan secara faktual dapat berupa kesulitan yang dirasakan oleh orang awam maupun para peneliti. Permasalahan dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan target yang telah ditetapkan oleh peneliti, tetapi karena suatu hal, target tidak dapat tercapai. Sesuatu hal yang menyebabkan tidak dapat tercapainya target disebut masalah. Permasalahan dapat pula diartikan sebagai jarak antara sesuatu yang diharapkan dengan sesuatu kenyataan yang ada.[1]
Menurut Notoatmodjo dalam Setyawan, masalah penelitian secara umum dapat diartikan sebagai:
“suatu kesenjangan (gap) antara yang seharusnya dengan apa yang terjadi tentang sesuatu hal, atau antara kenyataan yang ada atau terjadi dengan yang seharusnya ada atau terjadi serta antara harapan dan kenyataan”.[2]
Stonner dalam Sugiyono mengemukakan bahwa masalah-masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan kompetisi.[3] Permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai kesenjangan antara fakta dengan harapan, antara tren perkembangan dengan keinginan pengembangan, antara kenyataan dengan ide. Sutrisno Hadi dalam Djunaedi mengidentifikasikan permasalahan sebagai perwujudan “ketiadaan, kelangkaan, ketimpangan, ketertinggalan, kejanggalan, ketidakserasian, kemerosotan dan semacamnya”.[4]
Dengan demikian adanya masalah penelitian karena adanya "Rational Gap" antara yang diharapkan dan kenyataan. Meskipun masalah penelitian itu selalu ada dan banyak, belum tentu mudah mengangkatnya sebagai masalah penelitian, diperlukan kepekaan terhadap masalah penelitian.
Rasa kepekaan seseorang diawali dengan sikap Skeptis dari seseorang. Penelitian diawali dengan sikap skeptis yang mempunyai arti sikap yang tidak mudah percaya.[5] Sikap ini berbeda sekali dengan sikap tidak mau percaya. Sikap tidak mudah percaya berarti bahwa fenomena yang terjadi di masyarakat sebelum ada pembuktian ilmiah melalui penyelidikan ilmiah hingga ditemukan jawabannya, seorang peneliti masih belum mau percaya, baru setelah ada jawaban melalui penyelidikan ilmiah, hasilnya baru dipercaya. Untuk itu harus disajikan dengan kritis, analitis, dan sistematis.

B.  Identifikasi Masalah
Dalam kehidupan manusia sebenarnya banyak sekali permasalahan, tetapi kita atau para peneliti muda sering menemui kesulitan dalam mengidentifikasi permasalahan yang benar-benar layak untuk dijadikan penelitian. Banyaknya bentuk permasalahan dapat diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu permasalahan yang sifatnya common sense (akal sehat) saja dan permasalahan yang betul-betul masalah. Permasalahan yang baru dikatakan mempunyai klasifikasi common sense biasanya dapat dirasakan hanya terbatas perasaan seseorang atau diawali oleh hemat saya, sulit diukur, dan reliabilitas kemunculannya dalam suatu konteks yang rendah. Dengan kata lain, tidak semua orang mengalami yang dirasakan orang lain.[6]
Suatu permasalahan seringkali dipahami sebagai hal negatif yang menjadi penghalang tercapainya suatu tujuan. Menurut Arikunto, permaslahan dalam sebuah penelitian muncul ketika seorang calon peneliti merasakan adanya “sesuatu yang tidak beres” (tidak atau belum sesuai dengan kondisi yang seharusnya) dan ia ingin sekali mencari informasi lebih jauh mengenai hal tersebut. Namun, permasalahan dalam kaitannya dengan suatu penelitian dapat timbul juga dari hal-hal positif suatu gejala yang terjadi.[7] Lebih lanjut Arikunto menjelaskan bahwa di samping dapat melihat “hal yang tidak beres”, seorang calon peneliti juga dapat melihat hal-hal lain yang sifatnya positif, baik dan pantas dijadikan contoh yang merangsangnya untuk mengajukan pertayaan-pertanyaan penelitian untuk dicari jawabannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat hanya menanyakan tentang status maupun penyebab timbulnya hal yang baik tersebut.[8]
Seorang peneliti yang berpengalaman akan mudah menemukan permasalahan dari bidang yang ditekuninya dan seringkali peneliti tersebut menemukan permasalahan secara “naluriah”, tidak dapat menjelaskan bagaimana cara menemukannya. Cara-cara menemukan permasalahan ini, telah diamati oleh Buckley dkk. yang menjelaskan dalam Djunaedi bahwa penemuan permasalahan dapat dilakukan secara “formal” maupun “informal”. Cara formal melibatkkan prosedur yang menuruti metodologi tertentu, sedangkan cara informal bersifat subjektif dan tidak “rutin”.[9]
Cara-cara formal (menurut metodologi penelitian) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
a.    Rekomendasi suatu riset. Biasanya, suatu laporan penelitian pada bab terakhir memuat kesimpulan dan saran. Saran (rekomendasi) umumnya menunjukan kemungkinan penelitian lanjutan atau penelitian lain yang berkaitan dengan kesimpulan yang dihasilkan. Saran ini dapat dikaji sebagai arah untuk menemukan permasalahan.
b.   Analogi adalah suatu cara penemuan permasalahan dengan cara “mengambil” pengetahuan dari bidang ilmu lain dan menerapkannya ke bidang yang diteliti. Dalam hal ini, dipersyaratkan bahwa kedua bidang tersebut haruslah sesuai dalam tiap hal-hal yang penting.
c.    Renovasi. Cara renovasi dapat dipakai untuk mengganti komponen yang tidak cocok lagi dari suatu teori. Tujuan cara ini adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kemantapan suatu teori.
d.   Dialektik, dalam hal ini, berarti tandingan atau sanggahan. Dengan cara dialektik, peneliti dapat mengusulkan untuk menghasilkan suatu teori yang merupakan tandingan atau sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
e.    Ekstrapolasi adalah cara untuk menemukan permasalahan dengan membuat tren (trend) suatu teori atau tren permasalahan yang dihadapi.
f.     Morfologi adalah suatu cara untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang terkandung dalam suatu permasalahan yang rumit, kompleks.
g.    Dekomposisi merupakan cara penjabaran (pemerincian) suatu pemasalahan ke dalam komponen-komponennya.
h.   Agregasi merupakan kebalikan dari dekomposisi. Dengan cara agregasi, peneliti dapat mengambil hasil-hasil peneliti atau teori dari beberapa bidang (beberapa penelitian) dan “mengumpulkannya” untuk membentuk suatu permasalah yang lebih rumit, kompleks.[10]
Sedangkan cara-cara informal (subyektif) dalam rangka menemukan permasalahan dapat dilakukan dengan alternatif-alternatif berikut ini:
a.    Konjektur (naluriah). Seringkali permasalahan dapat ditemukan secara konjektur (naluriah), tanpa dasar-dasar yang jelas. Bila kemudian, dasar-dasar atau latar belakang permasalahan dapat dijelaskan, maka penelitian dapat diteruskan secara alamiah. Perlu dimengerti bahwa naluri merupakan fakta apresiasi individu terhadap lingkungannya. Naluri, menurut Buckley, dkk., merupakan alat yang berguna dalam proses penemuan permasalahan.
b.   Fenomenologi. Banyak permasalahan baru dapat ditemukan berkaitan dengan fenomena (kejadian, perkembangan) yang dapat diamati.
c.    Konsensus juga merupakan sumber untuk mencetuskan permasalahan. Misal, terdapat konsensus bahwa kemiskinan bukan lagi masalah bagi Indonesia, tapi kualitas lingkungan yang merupakan masalah yang perlu ditanggulangi (misal hal ini merupakan konsensus nasional).
d.   Pengalaman. Tak perlu diragukan lagi, pengalaman merupakan sumber bagi permasalahan. Pengalaman kegagalan akan mendorong dicetuskannya permasalahan untuk menemukan penyebab kegagalan tersebut. Pengalaman keberhasilan juga akan mendorong studi perumusan sebab-sebab keberhasilan.[11]
Kerlinger dalam Sukardi menyebutkan bahwa permasalahan yang akan diteliti hendaknya dapat memenuhi tiga kriteria penting, yaitu: (a) merefleksikan dua variabel atau lebih, (b) dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang jelas dan tidak meragukan (c) dapat diuji secara empiris. Tiga kriteria tersebut sangat penting sebagai pertimbangan calon peneliti dalam mengidentifikasi permasalahan yang ditemui, baik dalam teori maupun di lapangan.[12]
Penelitian akan berjalan dengan baik apabila peneliti mampu memahami masalah penelitian dengan baik. Masalah penelitian dapat dikembangkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah:
a.    Kepustakaan.
b.    Bahan diskusi temu ilmiah, hasil seminar, simposium atau lokakarya.
c.    Pengalaman dan Observasi Lapangan.
d.   Pendapat pakar yang masih bersifat spekulatif.
Permasalahan yang akan diangkat sebagai topik penelitian, seperti yang dikutip Setyawan menurut Hulley & Cummings dalam Siswanto, dkk., harus memenuhi persyaratan atau kriteria “FINER”(yaitu: Feasible, Interisting, Novel, Ethical, Relevan), maksudnya:
1)   Feasible: tersedia cukup subjek penelitian, dana, waktu, alat dan keahlian.
2)   Interisting: masalah yang akan diangkat untuk topik penelitian hendaknya yang aktual sehingga menarik untuk diteliti.
3)   Novel: masalah dapat membantah atau mengkonfirmasi penemuan atau penelitian terdahulu, melengkapi atau mengembangkan hasilpenelitian sebelumnya, atau menemukan sesuatu yang baru.
4)   Ethical: masalah penelitian hendaknya tidak bertentangan dengan Etika.
5)   Relevan: masalah penelitian sebaiknya disesuaikan juga dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), ditujukan untuk meningkatkan atau mengembangkan keilmuan dan penelitian yang berkelanjutan.[13]
Dalam memililih permasalahan penelitian akan lebih mudah bagi para peneliti jika mereka secara organisatoris memperhatikan langkah-langkah penting seperti berikut;
Pertama, mereka hendaknya dapat mengidentifikasi cakupan luas atau general area dari permasalahan, misalnya bidang teknologi terapan, bimbingan karier, psikologi, sosiologi, manajemen, bidang ekonomi dan sebagainya. General area ini kemudian dapat dgunakan sebagai acuan dalam mencari akar permasalahan maupun sebagai latar belakang yang relevan dalam mencari akar masalah yang hendak diteliti.[14]
Cakupan yang luas tersebut kemudian dispesifikasi untuk mencari apakah permasalahan tersebut sering kali muncul dan dapat pula dinilai secara kasar kemanfaatannya terhadap ilmu general area maupun terhadap masyarakat pemakai.
Kedua, mempersempit permasalahan sehingga menjadi permasalahan yang dapat diteliti atau researchable problems. Langkah mempersempit ini perlu karena beberapa alasan, yaitu (a) tidak semua permasalahan dapat diteliti, (b) permasalahan yang terlalu luas akan suli diukur, (c) permasalahan yang terlalu sempit bukan masalah penelitian tetapi hanyalah problem solving yang dapat dipecahkan secara langsung.[15]
Untuk menjaga agar langkah penyempitan tersebut menjadi lebih mudah, permaslahan yang hendak diungkap diatur sesuai dengan subtema dari bab pertama, yaitu latar belakang penelitian atau research background:
a.    pendahuluan,
b.    identifikasi permasalahan,
c.    pembatasan masalah,
d.   perumusan masalah,
e.    tujuan penelitian, dan
f.     definisi operasional.[16]
Langkah berikutnya setelah masalah disampaikan ialah dirumuskan menjadi bentuk pertanyaan yang sesuai dengan metode penelitian yang digunakan.

C.  Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Rumusan Masalah atau Problem Formulation atau Research Problem adalah suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Rumusan Masalah merupakan formulasi dari pertanyaan penelitian, yang artinya merupakan kesimpulan pertanyaan yang terkandung dalam pertanyaan penelitian.[17]
Dengan demikian perumusan masalah merupakan jawaban atas pertanyaan: apa masalah penelitian itu?. Untuk itu harus pula dibedakan antara Perumusan Masalah dengan Pertanyaan Penelitian. Pertanyaan Penelitian lebih mengacu pada tujuan khusus dan segi-segi teknis pengumpulan data. Rumusan Masalah umumnya dalam bentuk pertanyaan, dan jarang sekali dalam bentuk pernyataan, walaupun dalam bentuk pernyataan pun banyak ahli yang tidak mempermasalahkan.[18]
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Bentuk-bentuk rumusan masalah penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian menurut tingkat eksplanasi (level of explanation). Bentuk masalah dapat dikelompokkan ke dalam bentuk masalah deskriptif, komparatif, dan asosiatif.
1.    Rumusan Masalah Deskriptif
Suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Dalam penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel yang lain. Penelitian semacam ini untuk selanjutnya dinamakan penelitian deskriptif.
2.    Rumusan Masalah Komparatif
Rumusan masalah yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda atau waktu yang berbeda
3.    Rumusan Masalah Asosiatif
Rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Terdapat tiga bentuk hubungan yaitu hubungan simetris, hubungan kausal, dan hubungan interaktif/timbal balik.
a.    Hubungan Simetris: hubungan antara dua variabel atau lebih yang kebetulan munculnya bersama.
b.    Hubungan Kausal: hubungan yang bersifat sebab akibat. Terdapat variabel independen (variabel yang mempegaruhi) dan dependen (variabel yang dipengaruhi).
c.    Hubungan Interaktif: hubungan saling mempengaruhi. Di sini tidak diketahui mana variabel independen dan dependen.[19]
Dalam merumuskan masalah harus memenuhi Syarat-Syarat atau Kriteria sebagai berikut:
1.    Rumusan masalah harus jelas, padat dan dapat dipahami oleh orang lain
2.    Rumusan masalah harus mengandung unsur data yang mendukung pemecahan masalah penelitian
3.    Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat kesimpulan sementara (Hipotesis)
4.    Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian
5.    Suatu perumusan masalah adalah berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusia.
6.    Bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
7.    Dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.[20]


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Secara sistematis, suatu penelitian yang mendasarkan pada metode ilmiah biasanya dimulai dengan adanya permasalahan. Suatu permasalahan yang diangkat dalam sebuah penelitian disusun dengan mengidentifikasi gejala-gejala yang terjadi di lingkungan dengan menyatakannya dalam sebuah kalimat pernyataan. Selanjutnya pernyataan permasalahan tersebut disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan yang mencakup variabel yang dibahas dan hubungan antar variabel sebagai rumusan masalah dalam suatu penelitian.
Permasalahan yang diangkat dalam sebuah penelitian tidak selamanya merupakan hal yang negatif. Dalam penelitian dapat juga mengangkat permasalahan yang timbul dari hal-hal positif suatu gejala yang terjadi, misalnya dengan menanyakan tentang status maupun penyebab timbulnya hal yang baik tersebut. Penentuan dan perumusan permasalahan yang jelas dan pasti sangat menentukan berjalannya proses penelitian. Kesalahan dalam menentukan masalah penelitian akan mempengaruhi sejauh mana analisis penelitian tersebut, bahkan penelitian tidak bisa dilakukan.

B.  Saran
Penulis menyadari materi yang telah dibahas pada makalah ini belum sampai sama sekali pada pembahasan yang sempurna. Pencantuman contoh-contoh pada setiap pembahasan tidak sepenuhnya pemakalah sampaikan. Pemakalah berharap pembaca dapat mencari sumber bacaan lain sehingga pembaca memiliki pemahaman yang lebih utuh mengenai materi yang sudah ada dalam makalah ini.


DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Djunaedi, Achmad. Perumusan Permasalahan. (online). (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf). diakses tanggal 11 Februari 2017.
Setyawan, Dodiet Aditya. 2014. Masalah Penelitian: Perumusan Masalah dalam Penelitian. Surakarta: Politeknik Kesehtan Kemenkes Surakarta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugono, Dendy. dkk. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasonal.
Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


[1]Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 21.
[2]Dodiet Aditya Setyawan, Masalah Penelitian: Perumusan Masalah dalam Penelitian, (Surakarta: Politeknik Kesehtan Kemenkes Surakarta, 2014), 2.
[3]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2014), 32.
[4]Achmad Djunaedi, Perumusan Permasalahan, (online), (http://rezafm.unsri.ac.id/userfiles/file/penulisan_teknik_karya_ilmiah/PerumusanMasalah_UGM.pdf), diakses tanggal 11 Februari 2017.
[5]Dendy Sugono, dkk., Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasonal, 2008), 1481.
[6]Sukardi, Metodologi Penelitian, 21.
[7]Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 28.
[8]Ibid., 29.
[12]Sukardi, Metodologi, 24.
[13]Setyawan, Masalah Penelitian, 4-5.
[14]Sukardi, Metodologi, 25.
[15]Sukardi, Meotodologi, 26.
[16]Ibid.
[17]Setyawan, Masalah Penelitian, 5.
[18]Setyawan, Masalah Penelitian, 6.
[19]Sugiyono, Metode Penelitian, 35-37.
[20]Setyawan, Masalah Penelitian, 8.

0 komentar:

Posting Komentar