Sabtu, 18 Maret 2017

teori komunikasi

BY Unknown No comments



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
       Dampak Media adalah kumpulan teori yang menjelaskan mengenai efek teknologi komunikasi yang berbentuk media memberikan pengaruhnya terhadap perilaku dan cara berpikir manusia di kehidupan sosialnya dari berbagai perspektif. Media merupakan suatu organisasi terstruktur, yang menjadi agen penyedia Informasi bagi masyarakat. Media memiliki peran penting dalam proses pembentukan masyarakat yang lebih dewasa dan modern. Unsur lain yang tidak kalah pentingnya adalah, seberapa besar media mempengaruhi masyarakat sebagai penyimak tetap mereka.
      Beberapa ahli percaya, bahwa media memberikan pengaruh yang besar bagi para penontonnya. Sebagai contoh, Adorno dan Horkheimer (1972) melihat propaganda yang sangat kuat datang dari media dalam menjelaskan peristiwa berdarah Holocaust dan peristiwa-peristiwa brutal lainnya yang terjadi ketika Perang Dunia Ke-II. bagus dan Herman (1988) melihat bahwa media merupakan kurir yang sangat kuat dalam mempromosikan ideologi baru kepada anggota masyarakat yang memiliki tingkat melek media yang rendah, anak-anak misalnya. Dalam menjelasan dampak media, ada dua perspektif yang dapat diambil oleh setiap teori yang ada. Pada umumnya, kebanyakan dari teori menjelaskan dampak media dengan menggunakan perspektif dari perubahan perilaku yang dialami oleh individu ketika berinteraksi dengan media. Ada pula teori lain yang menjelaskan, dampak yang diberikan oleh media dengan menggunakan persepektif sosial secara luas, dengan cara menganalisis perubahan budaya apa yang terjadi dalam masyarakat akibat informasi yang datang dari media.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Teori Jarum Hipodermik?
2.      Apa yang dimaksud Teori Uses dan Grafication?
3.      Apa yang dimaksud Teori Komunikasi Banyak Tahap?
4.      Apa yang dimaksud Teori Proses Selektif?
C.    Tujuan Makalah
1.      Memahami Teori Jarum Hipodermik
2.      Memahami Teori Uses dan Grafications
3.      Memahami Teori Komunikasi Banyak Tahap
4.      Memahami Teori Proses Selektif

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)
      Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaledioskop stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul The Invansion from Mars. Teori ini mengasumsikan bahwa media massa memiliki kekuatan yang luar biasa, sehingga khalayak tidak mampu membendung informasi yang dilancarkannya. Sedangkan khalayak dianggap pasif, sehingga tidak bisa bereaksi apapun kecuali hanya menerima begitu saja semua pesan yang disampaikan media massa.
      Teori ini di samping mempunyai pengaruh yang sangat kuat juga mengasumsikan bahwa para pengelola media dianggap sebagai orang yang lebih pintar dibanding khalayak. Akhirnya, khalayak bisa dikelabui sedemikian rupa dari apa yang disiarkannya. Teori ini mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa khalayak bisa ditundukkan atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun yang dikehendaki media.
      Secara harfiah, hipodermik berarti “di bawah kulit”. Dalam ilmu komunikasi massa, istilah ini berkaitan dengan anggapan bahwa media massa menimbulkan efek yang kuat, terarah, segera, dan langsung, yang sesuai dengan pengertian “perangsang tanggapan” (setimulus-respon) yang mulai dikenal sejak awal perkembangan ilmu komunikasi.
      Media digambarkan sebagai jarum hipodermis raksasa yang mencotok massa sebagai komunikan yang pasif. Media dianggap sangat sakti dan mampu memasukkan ideologi pada benak massa yang tidak berdaya. Massa komunikasi dianggap terpecah-pecah, yang berhubungan dengan media massa, tetapi sebaliknya komunikan tidak terhubungkan satu sama lain.[1]
      Contoh kasus: Pada iklan air mineral yang bermerek Aqua. Dimana pada saat produk  air mineral ini dipublikasikan, secara langsung bisa mempengaruhi asumsi khalayak bahwasanya air mineral itu adalah Aqua. Sehingga sampai saat ini aqua sudah terdoktrin di ingatan khalayak. Walaupun sudah banyak merek-merek air mineral yang bermunculan akan tetapi masyarakat akan hanya mengenal aqua sebagai air mineral. Dan juga banyak contoh merk atau brand lain yang melekat pada masyarakat seperti tipe-x berupa cairan menghapus tulisan dari balpoint yang bermerk tipe-x, sekarang walaupun banyak produk serupa yang berbeda merk dan brand masyarakat hanya mengenal dengan nama tipe-x.[2]
B.     Teori Uses and Gratifications
      Teori Uses and Gratifications merupakan pengembangan dari teori Jarum Hipodermik. Teori ini tidak tertarik untuk membicarakan apa yang dilakukan oleh media terhadap khalayaknya, melainkan apa yang dilakukan oleh khalayak terhadap media. Anggota khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memehi kebutuhannya. Studi dalam bidang ini memang lebih memusatkan penggunaan (uses) media untuk mendapatkan pemenuhan (gratifications) atas kebutuhan seseorang.
      Teori ini merupakan kebalikan dari teori peluru. Teori ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media massa. Artinya, menusia itu mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana) mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Teori ini juga menyatakan bahwa media dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan.
      Dalam situasi tertentu, kita memang layak untuk bertanya mengapa khalayak memilih untuk mendengarkan atau melihat media tertentu. Wilbur Schramm dan William Porter dalam “Men, Women, Messages, and Media” (1982), mengusulkan formula: Janji imbalan dibagi upaya yang diperlukan menghasilkan probabilitas seleksi.
      Dalam janji imbalan mencakup imbalan segera maupun imbalan yang tertunda. Imbalan (rewards) memenuhi kebutuhan khalayak. Maksudnya, Anda memirsa suatu acara televisi tertentu karena acara ini memuaskan kebutuhan Anda akan informasi atau hiburan. Upaya yang diperlukan untuk mengikuti komunikasi massa bergantung pada ketersediaan media dan kemudahan memanfaatkannya.
      Uses and Grafications  juga membahas motif-motif dan alternatif fungsional untuk memenuhi kebutuhan. Misalnya, pemikiran yang memakai pendekatan penggunaan dan gratifikasi, jika individu tertentu, seperti halnya sebagian besar manusia mempunyai kebutuhan dasar untuk mengadakan interaksi sosial.
      Dari pengalamannya, individu ini berharap bahwa konsumsi atau penggunaan media massa tertentu akan memenuhi sebagian kebutuhannya itu. Hal ini menuntunnya pada kegiatan menonton program-program televisi tertentu, membaca isi majalah dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, kegiatan ini menghasilkan gratifikasi kebutuhan, tapi dapat pula menimbulkan ketergantungan dan perubahan kebiasaan pada individu itu. Dalam contoh ini, penggunaan media dapat dikatakan merupakan alternatif fungsional bagi interaksi yang sesungguhnya.
      Brown (1976) dalam suatu penelitian dalam pengguanaan televisi oleh anak-anak memperlihatkan pentingnya media itu dalam sifatnya yang multi fungsional dan dalam kemampuan memberikan kepuasan yang bervariasi kepada sejumlah besar anak-anak, seperti memberi penerangan tentang bagaimana orang hidup di dunia dan memberikan bahan pembicaraan di antara anak-anak itu.
      Contoh kasus: Channel Metro TV tentu akan lebih banyak dipilih oleh mereka yang ingin mencari kepuasan dalam perolehan informasi  dan berita dibanding dari khalayak yang ingin memperoleh suatu pelarian diri dari rasa khawatir. Orang yang senang sinetron akan memanfaatkan dan mencari kepuasan pada media yang bisa memberikan kebutuhannya daripada media yang lain.[3]
C.    Teori Komunikasi Banyak Tahap
      Beberapa teori memandang pengaruh atau efek media dalam bentuk tahapan-tahapan atau langkah-langkah. Teori komunikasi tahapan ini terdiri dari:
1.      Teori satu tahap
      Teori ini beranggapan bahwa saluran media massa berkomunikasi langsung dengan massa komunikan tanpa berlalunya suatu pesan melalui orang lain, tetapi pesan tersebut tidak mencapai semua komunikan dan tidak menimbulkan efek yang sama pada setiap individu komunikan.
      Teori komunikasi satu tahap adalah warisan teori jarum hipodermik dalam versi yang lebih murni. Teori ini media tidak mempunyai kekuatan yang hebat. Aspek pilihan penampilan, penerimaan, dan penahanan dalam ingatan yang selektif memengaruhi pesan yang ada. Komunikan bukanlah pihak yang semata-mata dapat dibentuk oleh media seakan pihak yang tak berdaya. Selain itu, efek media antara satu individu dan lainnya pada massa tidaklah sama.[4]
      Teori ini berpendapat bahwa pengaruh media bersifat langsung dan segera. Misalnya, Anda menonton televisi, dan Anda diyakinkan oleh berita yang Anda tonton dan dengarkan. Akibatnya Anda akan merubah pemikiran dan perilaku sesuai dengan apa yang telah disuntikkan oleh media televisi. Pesan merasuk dalam diri Anda hanya dalam satu tahap, yaitu dari media televisi ke Anda.



      Variasi dari teori ini adalah teori Jarum Hipodermik dari Wilbur Schramm. Teori ini mengatakan bahwa media bekerja seperti peluru yang dibidikkan ke arah sasaran. Sasaran atau khalayak yang terkena peluru bersikap pasif dan tidak menunjukkan penolakan. Ibaratnya, jika senapan diisi peluru, dan dibidikkan ke arah sasaran, kemudian peluru tepat mengenai sasaran, maka sasaran akan merasakan dampak atau efek dari tembakan tersebut.
      Kelemahan teori ini adalah mengabaikan interaksi antarpribadi. Sebelum sasaran menyerap opini atau mengubah sikap, sasaran akan mencari dukungan dan konfirmasi dari orang lain.[5] Teori satu tahap ini mempengaruhi tidak secara menyeluruh, melainkan media ini mempengaruhi dengan secara individu antar golongan ras, budaya, dan juga agama.
2.      Teori Dua Tahap
      Menurut Paul Lazarfeld, Bernard Barelson, dan Helen Gaudet dalam bukunya The People’s Choice (1944) orang lebih dipengaruhi oleh orang lain dari pada oleh media massa (terutama surat kabar radio).
      Orang lain atau mereka yang menyebarkan pengaruh ini adalah pembawa pengaruh (opinion leader). Komunikasi massa, tidak secara langsung mempengaruhi orang. Menurut pandangan teori ini, pesan dari media mempengaruhi pembawa pengaruh. Kemudian pembawa pengaruh akan mempengaruhi rakyat banyak dalam situasi yang lebih bersifat komunikasi antarpribadi.
      Kelemahan teori ini menurut Wilbur Schramm dan William Porter (1982), Pertama, terlalu sederhana dan tidak selalu benar. Karena banyak informasi yang kita terima berasal langsung dari media. Apalagi media massa, seperti televisi menikmati kredibilitas yang tinggi. Banyak orang yang menerima apa yang disajikan media sebagai kebenaran tanpa membutuhkan pendapat orang lain.
      Kedua, konsep pembawa pengaruh harus ditelaah secara mendalam. Pembawa pengaruh haruslah seseorang yang memiliki pendidikan formal yang lebih baik, kesejahteraan yang lebih baik, status sosial yang lebih tinggi, dan lebih terbiasa dengan keberadaan komunikasi massa ketimbang mereka yang dipengaruhi. Pemuka pendapat juga haruslah seorang yang lebih inovatif, kosmopolitan, kompeten, dan aksesibel dari pada pihak yang mereka pengaruhi. Banyak pembawa pengaruh itu adalah berasal dari tokoh media itu sendiri, misalnya pemilik media massa.[6]
      Contoh: seseorang ingin menginformasikan atau mengiklankan tentang produknya, tapi cara menyebarkan produknya tidak secara langsung, melainkan dengan cara melalui orang lain atau orang ke dua, lalu orang kedua baru menyebarkan informasi tersebut ke khalayak. Misalnya, katakanlah seorang pemilik produk shampo CLEAR. Dia mengiklankan produknya lewat artis sepak bola yaitu “Ronaldo” sebagai peran orang kedua untuk mempengaruhi khalayak.
3.      Teori tahap ganda
      Teori ini dikembangkan sebagai akibat kritik terhadap teori dua tahap. Teori ini mengatakan bahwa pengaruh mengalir ulang-alik dari media ke khalayak (yang berinteraksi satu sama lain) dan kembali ke media, dan kemudian kembali lagi ke khalayak, dan seterusnya. Ada banyak langkah yang harus ditempuh sebelum kita menjelaskan pengaruh efek media.
      Asumsi bahwa interaksi antarpribadi terjadi di antara paparan-paparan media. Selama pemaparan ini (baik terhadap media maupun dalam interaksi antarpribadi), kita dipengaruhi dan mempengaruhi yang lain. Teori tahap ganda ini lebih akurat dalam menjelaskan apa yang terjadi dalam pembentukan opini dan sikap. Teori ini juga mengilustrasikan bahwa setiap orang dipengaruhi baik oleh media maupun oleh interaksi antarpribadi, dan selanjutnya mempengaruhi media dan orang lain.[7]
      Contoh: media radio, pada saat penyiaran berlangsung yang pastinya akan timbul tanya jawab antara penyiar sama khalayak dengan lewat media radio. Di situlah letak interaksi secara ulang alik dan bisa timbal balik dalam percakapan.  Khalayak bisa memberi komentar dan bisa sharing satu sama lain.








D.    Teori Proses Selektif
      Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat melakukan suatu proses seleksi sehingga masyarakatlah yang secara selektif menentukan, efek apa yang mereka ingin dapatkan dari informasi yang diberikan oleh media. Masyarakat, pada umumnya akan menghindari informasi yang datang dari media, yang secara fundamental kontradiktif dengan nilai-nilai atau ideologi yang selama ini mereka miliki, dan yakin akan kebenarannnya. Sebagai contoh, kelompok masyarakat yang mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak, tidak akan membaca artikel mengenai pembentukan kedamaian di Irak, dan penghapusan perang. Pada tahun 1960, Joseph Klapper berpendapat melalui penelitiannya mengenai efek media pasca perang. Klapper menyimpulkan bahwa media merupakan organisasi yang lemah, media gagal dalam menambah partisipasi politik masyarakat (ataupun Partisipasi dalam pemilu).[8]
      Secara umum khalayak mempunyai sifat seleksi, pandai memilah dan memilih tentang adanya suatu informasi yang di suguhkan oleh media. Masyarakat tidak menerima informasi tersebut secara langsung, melainkan mereka harus menyaring mana yang penting dan mana yang tidak penting. Disini menjelaskan bahwa masyarakat mempunyai intelektual yang tinggi dan tidak mudah untuk dipengaruhi oleh media.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Secara harfiah, hipodermik berarti “di bawah kulit”. Dalam ilmu komunikasi massa, istilah ini berkaitan dengan anggapan bahwa media massa menimbulkan efek yang kuat, terarah, segera, dan langsung, yang sesuai dengan pengertian “perangsang tanggapan” (setimulus-respon) yang mulai dikenal sejak awal perkembangan ilmu komunikasi.
      Teori Uses dan Grafication merupakan kebalikan dari teori peluru. Teori ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media massa. Artinya, menusia itu mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana) mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Teori ini juga menyatakan bahwa media dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan.
      Teori komunikasi satu tahap adalah warisan teori jarum hipodermik dalam versi yang lebih murni. Teori ini media tidak mempunyai kekuatan yang hebat. Aspek pilihan penampilan, penerimaan, dan penahanan dalam ingatan yang selektif memengaruhi pesan yang ada. Komunikan bukanlah pihak yang semata-mata dapat dibentuk oleh media seakan pihak yang tak berdaya. Selain itu, efek media anatara satu individu dan lainnya pada massa tidaklah sama.
      Teori proses selektif menjelaskan bahwa masyarakat melakukan suatu proses seleksi sehingga masyarakatlah yang secara selektif menentukan, efek apa yang mereka ingin dapatkan dari informasi yang diberikan oleh media
B.     Saran
      Cukup sekian apa yang dapat saya sajikan, saya menyadari banyak kekurangan dalam isi penulisan makalah ini, mohon saran dan kritiknya agar saya dapat memperbaikinya lagi. Khususnya dari Ibu dosen kritik dan saran sangat saya harapkan untuk perbaikan makalah ini.






DAFTAR PUSTAKA
      Nurani Soyomukti, 2010, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
      Styawan, Teori-teori Komunikasi Massa, (Online), https://yulianpranata.wordpress.com/2010/10/26/teori-teori-dan-model-komunikasi/, diakses tanggal 27 Februari 2017.
      Winarni, 2003, Komunikasi Massa, Malang: UMM Press
      (Online), https://id.wikipedia.org/wiki/9_Teori_Dampak_Media, diakses tanggal 27 Februari 2017


      [1] Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 196.
      [2] Styawan, Teori-teori Komunikasi Massa, (Online), https://yulianpranata.wordpress.com/2010/10/26/teori-teori-dan-model-komunikasi/, diakses tanggal 27 Februari 2017.
      [3] Winarni, Komunikasi Massa, (Malang: UMM Press, 2003), 92-95.
      [4] Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 197.
      [5] Winarni, Komunikasi Massa, (Malang: UMM Press, 2003), 83.
      [6] Ibid, 84.
      [7] Ibid, 85.
      [8] (Online), https://id.wikipedia.org/wiki/9_Teori_Dampak_Media, diakses tanggal 27 Februari 2017.

0 komentar:

Posting Komentar