STRUKTUR SOSIAL
A.
Definisi
Struktur Sosial
Struktur sosial berasal dari bahasa latin
“structum” yang berarti “menyusun”,
membangun untuk sebuah gedung, dan lebih umum dipakai istilah “konstruksi” yang
berarti “kerangka”. Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan
atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang
berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan
atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Para
ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
1. George
Simmel: Struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
2. George
C. Homans: Struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan
perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
3. William
Kornblum: Struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya
pengulangan pola perilaku undividu.
4. Soerjono
Soekanto: Struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan
peranan-peranan sosial.
5. Raymond
Firth: Suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang
terjadi dari banyak orang dan meliputi pula lembaga-lembaga di mana orang
banyak tersebut ambil bagian.
6. E.
R Lanch: Cita-cita tentang distribusi kekuasaan di antara individu dan kelompok
sosial. Jadi struktur sosial merupakan tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat, yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan
peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial yang mengacu pada suatu
keteraturan perilaku di dalam masyarakat.
B.
Analogi
Struktur Sosial
1. Apabila
masyarakat sebuah bangunan, maka struktur sosial masyarakat tersebut adalah
kerangka sebuah bangunan yang terdiri dari kayu, besi, dan komponen-komponen
bangunan lainnya.
2. Apabila
masyarakat keluarga, maka struktur sosial identik dengan kedudukan, peran, dan
pola interaksi antar anggota keluarga.
C.
Ciri-Ciri
Struktur Sosial
1. Bersifat
Abstrak
Struktur
sosial bersifat abstrak artinya tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba.
Struktur sosial merupakan hirarki kedudukan dari tingkatan yang tertinggi
sampai tingkatan yang terendah, berfungsi sebagai saluran kekuasaan dan
pengaturan pemenuhan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh. Misalnya dalam
sebuah negara terdapat sturktur organisasi pemerintahan, struktur ekonomi,
struktur politik, dan sturktur sosial budaya. Apabila unsur-unsur tersebut
digabungkan maka akan membentuk satu kesatuan bangunan abstrak suatu
masyarakat.
2. Terdapat
Dimensi Vertikal dan Horizontal
Struktur
sosial pada dimensi vertikal adalah hierarki status-status sosial dengan segala
peranannya sehingga menjadi satu sistem yang tidak dapat dipisahkan dari
struktur status yang tertinggi hingga struktur status yang terandah. Contohnya
sturktur pemerintahan desa dimana ada lurah, carik, kapala dusun dan lain
sebagainya.
Sedangkan
pada sturktur sosial dimensi horizontal, seluruh masyarakat berdasarkan
karakteristiknya terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki
karakteristik sama seperti suku bangsa, ras, agama, serta gender.
3. Sebagai
Landasan Sebuah Proses Sosial Suatu Masyarakat
Proses
sosial yang terjadi dalam suatu struktur sosial termasuk cepat lambatnya proses
itu sendiri sangat dipengaruhi oleh bagaimana struktur sosialnya. Contohnya
pada masyarakat yang memiliki bentuk struktur sosial yang kaku, maka proses
sosial akan sulit dilakukan seperti pada masyarakat terpencil.
4. Merupakan
Bagian dari Sistem Pengaturan Tata Kelakuan dan Pola Hubungan Masyarakat. Sturktur
sosial yang dimiliki suatu masyarakat berfungsi untuk mengatur berbagai bentuk
hubungan antarindividu didalam masyarakat tersebut.
5. Struktur
Sosial Selalu Berkembang dan Dapat Berubah
Struktur
sosial merupakan tahapan perubahan dan perkembangan masyarakat.
D.
Tiga
Bentuk Masyarakat Berdasarkan Ciri-Ciri Struktur Sosial
Menurut
Selo Soemardjan terdapat tiga bentuk masyarakat yaitu, antara lain:
1. Masyarakat
Sederhana
a. Ikatan
keluarga dan masyarakatnya sangat kuat
b. Organisasi
sosial berdasarkan tradisi turun temurun
c. Memiliki
kepercayaan yang kuat terhadap kekuatan gaib
d. Tidak
memiliki lembaga-lembaga khusus seperti lembaga pendidikan
e. Hukum
yang berlaku tidak tertulis
f. Sebagaian
besar produksi hanya untuk keperluan sendiri atau untuk pasaran dalam skala
kecil
g. Kegiatan
ekonomi dan sosial dilakukan dengan gotong royong
2. Masyarakat
Madya
a. Ikatan
keluargaa masih kuat, tetapi hubungan dengan masyarakat setempat sudah
mengandor
b. Adat
istiadat masih dihormati, tetapi mulai terbuka dengan pengaruh dari dunia luar
c. Timbulnya
rasionalitas dalam cara berpikir
d. Timbulnya
lembaga-lembaga pendidikan formal sampai tingkat lanjutan
e. Hukum
tertulis mulai mendampingi hukum tidak tertulis
f. Memberi
kesempatan pada produksi pasar sehingga muncul diferensiasi dalam struktur
masyarakat
g. Gotong
royong hanya untuk keperluan di kalangan tetangga dan kerabat sedangkan
kegiatan ekonomi dilakukan atas dasar uang
3. Masyarakat
Modern
a. Hubungan
sosial didasarkan atas kepentingan pribadi
b. Hubungan
dengan masyarakat lainnya sudah terbuka dan saling mempengaruhi
c. Kepercayaan
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sangat kuat
d. Terdapat
stratifikasi sosial atas dasar keahlian
e. Tingkat
pendidikan formal tinggi
f. Hukum
yang berlaku adalah hukum tertulis
g. Ekonomi
hampir seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang didasarkan atas penggunaan uang
dan alat pembayaran lainnya.
4. Unsur-Unsur
Struktur Sosial
a. Kelompok
sosial
b. Kebudayaan
c. Lembaga
Sosial atau Stratifikasi Sosial
d. Kekuasaan
dan Wewenang
Oleh sebab itu, struktur sosial
sesungguhnya merupakan alat bagi masyarakat untuk menyelenggarakan tata
kehidupannya sehingga struktur sosial tersebut memiliki fungsi.
5. Fungsi
Struktur Sosial
a. Sebagai
dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial
b. Sebagai
pengawas sosial
c. Struktur
sosial merupakan karakteristik yang khas yang dimiliki suatu masyarakat
sehingga dapat memberikan warna yang berbeda dari masyarakat yang lain
INTERAKSI SIMBOLIK
Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan
pendekatan tertentu, yang dikenal dengan nama interaksionist prespektive. Di
antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial,
dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionosme simbolik (symbolic
interactionism).
Pendekatan ini bersumber pada pemikiran
George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran
pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan
simbol-simbol dalam interaksi.
Dalam hemat penulis, teori tersebut juga
mengajak kita untuk lebih memperdalam sebuah kajian mengenai pemaknaan
interaksi yang digunakan dalam mayarakat mulitietnik. Dalam menggunakan
pendekatan teori interaksionisme simbolik sudah nampak jelas bahwa pendekatan
ini merupakan suatu teropong ilmiah untuk melihat sebuah interaksi dalam
masyarakat multietnik yang banyak menggunakan simbol-simbol dalam proses
interaksi dalam masyarakat tersebut.
Pokok pikiran interaksionisme simbolik
ada tiga; yang pertama ialah bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu
(thing) atas dasar makna yang dipunyai sesuatu baginya. Dengan demikian
tindakan (act) seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi
(thing) akan berbeda dengan tindakan.
Lebih dalam lagi sebuah kajian mengenai
pokok pemikiran teori interaksionisme simbolik, membuat kita memahami bahwa
dalam sebuah tindakan mempunyai makna yang berbeda dengan orang yang lain yang
juga memaknai sebuah makna dalam tindakan interaksi tersebut, seperti yang
dijelaskan pada proses pemaknaan penganut Agama Hindu di India dan penganut
Agama Islam di Pakistan terhadap seekor sapi. Ini menandakan bahwa ada banyak
makna yang terkandung dalam sebuah tindakan (act).
Interaksionis simbolik telah diperhalus
untuk dijadikan salah satu pendekatan sosiologis oleh Herbert Blumer dan George
Herbert Mead, yang berpandangan bahwa manusia adalah individu yang berpikir,
berperasaan, memberikan pengertian pada setiap keadaan, yang melahirkan reaksi
dan interpretasi kepada setiap rangsangan yang dihadapi. Kejadian tersebut
dilakukan melalui interpretasi simbol-simbol atau komunikasi bermakna yang
dilakukan melalui gerak, bahasa, rasa simpati, empati, dan melahirkan tingkah
laku lainnya yang menunjukan reaksi atau respon terhadap rangsangan-rangsangan
yang datang kepada dirinya.
Dalam hemat penulis, pendekatan
interaksionisme simbolik merupakan salah suatu pendekatan yang mengarah kepada
interaksi yang menggunakan simbol-simbol dalam berkomunikasi, baik itu melalui
gerak, bahasa dan simpati, sehingga akan muncul suatu respon terhadap
rangsangan yang datang dan dalam pendekatan interaksionisme simbolik akan lebih
diperjelas melalui ulasan-ulasan yang lebih spesifik mengenai makna simbol yang
akan dibahas di bawah ini.
Dalam melakukan suatu interaksi, maka
gerak, bahasa, dan rasa simpati sangat menentukan, apalagi berinteraksi dalam
masyarakat yang berbeda suku dan kebudayaan. Modal utama dalam melakukan
interaksi dalam masyarakat multi etnik adalah saling memahami kebiasaan ataupun
kebudayaan dari orang lain, sehingga kesalah pahaman yang nantinya akan
menimbulkan konflik dapat tertekan.
Sejarah Teori Interaksionisme Simbolik
tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863-1931). Mead
membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical Perspective” yang merupakan
cikal bakal “Teori Interaksi Simbolik”. Dikarenakan Mead tinggal di Chicago
selama lebih kurang 37 tahun, maka perspektifnya seringkali disebut sebagai
Mahzab Chicago.
Dalam terminologi yang dipikirkan Mead,
setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan
kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi
merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh
simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut.
Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan,
pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan
oleh orang lain.
Sesuai dengan pemikiran-pemikiran Mead,
definisi singkat dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah:
1. Mind (pikiran), kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan
pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.
2. Self (diri pribadi), kemampuan untuk
merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat
orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam
teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia
luarnya.
3. Society (masyarakat), hubungan sosial
yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah
masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka
pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam
proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert
Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
Tema
ini berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana
dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi,
karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi
secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan
makna yang dapat disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah
sebagai berikut : Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan
makna yang diberikan orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi
antar manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif .
2. Pentingnya konsep mengenai diri (self
concept)
Tema
ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara
aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dengan cara antara
lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui nteraksi dengan
orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead
seringkali menyatakan hal ini sebagai ”The particular kind of role thinking,
imagining how we look to another person” or ”ability to see ourselves in the
reflection of another glass”.
3. Hubungan antara individu dengan
masyarakat.
Tema
ini berfokus pada dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat,
dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada
akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial
kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai
keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan
dengan tema ini adalah : Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses
budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
0 komentar:
Posting Komentar