KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT,
yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu merampungkan salah satu tugas yang berbentuk makalah sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh mata kuliah Komunikasi Pemasaran pada minggu ini.
Makalah ini bertujuan untuk menguji mendeskripisikan tentang Kendala Marcom. Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari sumbangsih para
orang-orang terdekat penulis, karena itu dengan tulus penulis sampaikan banyak terima
kasih kepada:
1. Dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Pemasaran
IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah membimbing kami dalam menjelaskan gambaran tentang materi makalah yang kami tulis.
2. Para pegawai perpustakaan IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah memberikan kami
kesempatan untuk berkunjung dan meminjam buku di perpustakaan sebagai daftar buku rujukan.
3. Teman-teman
program studi Komunikasi
dan Penyiaran Islam yang telah membantu
kami dalam menjalankan kegiatan diskusi tentang makalah ini.
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Hal itu dikarenakan
kelemahan dan keterbatasan kemampuan penulis semata. Saran dan kritik yang
konstruktif tetap kami harapkan dari peserta diskusi yang budiman. Akhirnya semoga
makalah ini membawa manfaat tidak hanya bagi penulis, namun juga bagi pengembangan
ilmu pengetahuan.
Kranji,
11 April 2017
Pemakalah
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
BAB
I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………….……………………..……………….........…. 1
B. Rumusan Masalah………….………………...…….........…………….... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah…………......…………….…........................ 1
BAB
II: PEMBAHASAN
A.
Persoalan Etis………...………….…..............................…………...….. 2
B.
Lingkungan............................................................................................... 6
C.
Peraturan..................................…………….….........….................….…. 11
BAB
III: PENUTUP
A. Kesimpulan………...………………………………………................... 12
B. Saran…...…………..……………………………………………........... 13
DAFTAR
PUSTAKA…...................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Komunikasi merupakan
salah satu kunci utama dalam dunia marketing. Segala macam produk maupun jasa
dapat diterima pasar apabila kita menginformasikannya dengan komunikasi yang
baik dan menarik. Inilah yang membuat komunikasi pemasaran sangat dibutuhkan
untuk menarik perhatian konsumen, meningkatkan minat dan meyakinkan konsumen
agar segera mengambil keputusan dan mencari informasi lebih lanjut tentang
produk serta jasa yang Anda tawarkan.
Namun sayangnya sampai hari ini tidak
semua pelaku bisnis dapat mengkomunikasikan produk mereka dengan baik dan menarik.
rik. Sehingga masih
banyak pelaku ukm maupun badan usaha lainnya yang mengalami faktor kendala kegagalan
dalam memasarkan produk atau jasanya.
Perubahan lingkungan senantiasa terjadi
terus menerus dalam proses perkembangan suatu negara yang secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan dan tata ekonominya. Dengan
berkembangnya pembangunan terjadi banyak perubahan baik perubahan fisik maupun
non fisik. Perubahan non fisik ditandai dengan berubahnya pola kehidupan, pola
pikir, selera, keinginan dan kebutuhan konsumen.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja Persoalan Etis dalam komunikasi pemasaran?
2. Apa
saja faktor Lingkungan dalam komunikasi pemasaran?
3. Apa
saja Peraturan dalam komunikasi
pemasaran?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1. Mengetahui
tentang Persoalan Etis dalam komunikasi pemasaran
2. Mengetahui
tentang faktor Lingkungan dalam komunikasi pemasaran
3. Mengetahui
tentang Peraturan dalam komunikasi pemasaran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Persoalan
Etis
Para pengiklan, promotor penjualan,
desainer kemasan, sales personal, telemarketer, perwakilan humas, dan desainer point-of-purchase secara regular membuat
keputusan yang memberikan implikasi etis. Etika dalam konteks komunikasi
pemasaran adalah masalah benar atau salah, atau tindakan moral yang berkenaan
dengan setiap aspek komunikasi pemasaran. Relatif mudah untuk mendefinisikan
etika, namun sulit untuk mengidentifikasi apa yang etis atau tidak etis dalam
komunikasi pemasaran.
Sebenarnya, di seluruh bidang pemasaran
kurang tercipata konsesus. Akan tetapi kita dapat mengidentifikasi praktik
komunikasi pemasaran yang secara khusus bersinggungan dengan masalah etika.
Bagian berikut ini memaparkan, dalam urutan, masalah-masalah etika dalam: 1)
usaha penentuan target komunikasi pemasaran 2) periklanan 3) hubungan
masyarakat 4) penjualan pribadi dan telemarketing 5) komunikasi kemasan (packaging communication) dan 6) promosi
penjualan.
1. Etika
dalan Targeting
Targeting adalah usaha memasarkan produk
khusus dan melakukan komunikasi pemasaran yang diarahkan pada segmen tertentu.
Dalam targeting terkadang sering muncul dilema etika dalam usaha untuk
mengkomunikasikan produk kepada segmen. Misalnya pada anak-anak dan kaum
minoritas.
Dilema etika kadangkala muncul pada saat
usaha memasarkan produk khusus dan melakukan komunikasi pemasaran yang
diarahkan kepada segmen tertentu. Yang khusus mengundang perdebatan etika
adalah praktik mengenai targeting dan usaha komunikasi kepada segmen yang dengan
alasan psikososial dan ekonomis rentang terhadap komunikasi pemasaran, seperti
anak-anak dan kaum minoritas.
Targeting kepada anak-anak, program iklan
dan pemasaran cenderung terus mendorong anak-anak menginginkan berbagai produk
dan merek. Para kritikus kerap merasa bahwa banyak produk yang ditargetkan
untuk anak-anak adalah produk yang tidak penting.
a. Targetting
Kepada Kelompok Anak-anak
Para kritikus seringkali merasa bahwa banyak
produk yang ditargetkan untuk anak-anak adalah produk yang tidak penting dan
cara pengkomunikasiannya bersifat eksploitatif. Contoh kasus: iklan Gatorade
untuk anak-anak (klaim yang dibuat adalah “alternatif sehat untuk anak yang
sedang kehausan). Para ahli gizi dan kritikus menganggap bahwa iklan tersebut
tidak penting bagi anak dan tidak lebih baik dari air putih.
b. Targetting
Kepada Kelompok Minoritas
Pembuat produk alkohol
dan rokok secara teratur menggunakan billboard dan media iklan lainnya untuk
menargetkan merek kepada orang-orang berkulit hitam (African American) dan Amerika Latin (Hispanic). Ada dua kasus terkenal yang mengilustrasikan adanya
kekhawatiran mengenai hal tersebut. Kehebohan tingkat nasional timbul ketika
R.J Reynolds (RJR) sedang mempersiapkan peluncuran Uptown, sebuah merek rokok mentol yang ditujukan untuk orang
African American dan berencana melakukan uji pasar di Philadelphia di mana
orang African-American merupakan 40% dari seluruh populasi dan 50% lebih banyak
menderita kanker paru-paru.
Kasus kedua adalah
perusahaan Heileman Brewing Co., karena memperkenalkan merek PowerMaster produk
malt liquor dengan kadar alkohol tinggi (4,5 dan 5,9 persen) dan pendukung industri
minuman beralkohol mengklaim bahwa Power Master dan produk malt liquor hanya
ingin memenuhi permintaan orang-orang African-American dan Hispanic yang
merupakan pembeli mayoritas. Bureau of
Alcohol, Tobacco, and Firearms (ATF), memutuskan bahwa
nama PowerMaster telah mempromosikan kandungan alkohol dalam merek tersebut yang
merupakan pelanggaran atas regulasi federal.
c. Masalah
Lain dalam Targetting
Kontroversi mengenai
targeting tidak dibatasi kepada anak-anak dan kaum minoritas saja. Perusahaan
rokok R.J. Reynold sekali lagi dikritik secara luas ketika mempersiapkan
peluncuran merek rokok Dakota kepada kalangan wanita muda dari kelas ekonomi
menengah ke bawah. Area lain yang rawan kritik adalah praktik perusahaan
minuman beralkohol yang mempromosikan merek mereka kepada para mahasiswa selama
liburan musim semi di pantai-pantai. Namun, baru-baru ini Distilled Spirits Council of the United States pada tahun 1996
mencabut pelarang sukarela atas iklan minuman
keras di televisi dan radio.
2. Masalah
Etika dalam Periklanan
Iklan dianggap para praktisi amat
bertanggung jawab terhadap segala kejadian baik di dalam hidup dan dikritik
oleh lawan mereka sebagai penyebab sebagian besar hal yang buruk. Sebagai suara
teknologi, periklanan diasosiasikan dengan berbagai ketidakpuasan di tingkat
industri. Sebagai suara dari kebudayaan massal, iklan mengandung kritikan para
intelektual. Dan sebagai penjelmaan yang paling terlihat dari kapitalisme, ia
telah mnyediakan tidak kurang dari sebuah kekuatan bagi kritik sosial.
a. Iklan
Dianggap tidak Jujur dan Menipu
Beberapa iklan menipu
konsumen, eksistensi regulasi pemerintah dan self-regulation dari industri sendiri menunjukkan fakta ini. Namun
adalah hal yang naïf jika mengasumsikan bahwa sebagian besar iklan bersifat menipu.
Industri periklanan tidak jauh berbeda dengan institusi lain di masyarakat yang
pluralistik. Berbohong, menipu, dan bentuk kecurangan lainnya adalah sesuatu
yang universal, terjadi di tingkat tertinggi dalam pemerintah serta dalam
hubungan antarmanusia yang paling dasar.
b. Iklan
Bersifat Manipulatif
Kritik mengenai
manipulasi menunjukkan bahwa iklan mempunyai kekuatan memengaruhi orang untuk
berperilaku tidak umum, atau melakukan sesuatu yang tidak akan mereka lakukan
jika tidak ditunjukkan oleh iklan. Secara umum, tuduhan bahwa iklan bersifat
manipulatif adalah tanpa alasan. Tidak dapat disangkal bahwa iklan mencoba
membujuk konsumen untuk membeli produk dan merek tertentu. Namun, manipulasi
dan persuasi bukanlah hal yang sama. Persuasi adalah bentuk yang sah legitimate
dari interaksi antarmanusia yang dilakukan oleh semua individu dan institusi.
c. Iklan
Bersifat Ofensif dan Berselera Buruk
Tidak dapat disangkal
bahwa banyak iklan yang menjijikkan dan bersifat ofensif. Namun, hal serupa
dapat berlaku dalam semua bentuk presentasi media massa. Para kritikus iklan
menganggap banyak iklan menghina intelegensia manusia, vulgar, dan secara umum
menyerang selera banyak konsumen. Beberapa alasan yang menjadi dasar dari
kritik tersebut adalah seperti iklan dengan ide-ide yang bodoh, tema seks dalam
bentuk eksplisit maupun implisit, iklan-iklan televisi yang mengiklankan
produk-produk yang kurang menyenangkan, dan penggunaan iklan yang repetitif
dari iklan yang sama.
d. Iklan
Menciptakan dan Mempertahankan Stereotipe
Iklan cenderung
menggambarkan kelompok tertentu dengan cara yang amat sempit dan mudah ditebak;
African-Amercina dan kelompok minoritas lainnya selalu digambarkan secara tidak
seimbang sebagai kelas pekerja dibandingkan berbagai posisi yang sebenarnya mereka
tempati; wanita terlalu distreotipkan sebagai ibu rumah tangga atau objek
seksual, dan warga negara senior (manula) kadangkala pernah dan masih
digambarkan sebagai manusia yang lemah dan pelupa.
e. Orang-orang
Membeli Barang yang Tidak Begitu Diperlukan
Iklan menyebabkan
orang-orang membeli produk atau jasa yang tidak mereka butuhkan. Kritik ini
merupakan penilaian yang amat berat. Iklan sebagian besar memengaruhi selera
konsumen dan mendorong orang untuk melakukan pembelian, sesuatu yang mungkin
tadinya tak akan mereka lakukan.
f. Iklan
Memanfaatkan Rasa Takut dan Ketidakamanan
Beberapa iklan dapat
memperlihatkan konsekuensi negatif dari keputusan tidak membeli suatu produk.
Beberapa pengiklan harus mengaku bersalah atas tuduhan ini. Namun, yang harus
diingat bahwa iklan tidak memonopoli cara tersebut. Iklan juga merefleksikan
masyarakat dan suatu bentuk tuduhan terhadap iklan mungkin juga berlaku untuk
masyarakat secara keseluruhan.
3. Masalah
Etika dalam Hubungan Masyarakat
Publisitas merupakan aspek dari hubungan
masyarakat yang berhubungan erat dengan komunikasi pemasaran, melibatkan
penyamapaian informasi positif mengenai sebuah perusahaan dan produk-produknya,
dan memperbaiki publisitas negatif. Cara
perusahaan mengatasi publisitas negatif memiliki konsekuensi strategis dan etis
yang penting. Masalah etis yang menjadi pertimbangan utama adalah apakah sebuah
perusahaan mengakui kekurangan produknya dan memberitahukan duduk perkaranya,
atau mencoba menutupi permasalahan.
Contoh kasus kapsul Tylenol yang
merenggut 7 orang di Chicago yang menelan kapsul yang tercemari Sianida pada
tahun 1982. Ternyata permasalahan hanya terjadi di Chicago, namun etika dari
situasi ini membutuhkan kehati-hatian untuk mencegah kemungkinan tersebarnya
korban jiwa di seluruh negeri.
4. Masalah
Etika dalam Personal Selling dan Telemarketing
Kemungkinan perilaku tidak etis lebih
besar terjadi dalam personal selling, termasuk telemarketing, dibandingkan
aspek lain dari komunikasi pemasaran. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
personal selling yang terjadi dalam basis one-on-one, cara yang lebih personal,
di kantor pelanggan atau melalui telepon. Situasi ini lebih mudah dibandingkan
dengan komunikasi massa, untuk membuat klaim-klaim yang tidak mempunyai dasar
serta janji-janji yang tidak dapat dibuktikan. Artinya, seorang sales person
berada dalam posisi di mana ia dapat berkata apa saja tanpa harus khawatir
untuk mempertanggugjawabkan kepada publik. Contoh kasus: saran sales person
penambahan cat pelindung dan anti karat pada pembelian mobil General Motor yang
sebenarnya tidak perlu dan terlalu mahal.
5. Masalah
Etika dalam Kemasan
Terdapat empat aspek
dalam pengemasan yang melibatkan masalah etis. Pertama, informasi label dalam
kemasan yang dapat menyesatkan bagi konsumen dengan memberikan informasi yang
berlebihan atau bahkan kurang. Kedua, grafik pengemasan dikategorikan sebagai
tidak etis ketika gambar dalam kemasan tidak mempresentasikan isi produk yang
sebenarnya. Kasus lain dari perilaku tidak etis adalah ketika toko tertentu
diberi asesoris agar terlihat identik dengan toko lain yang sudah terkenal.
Ketiga, masalah pengemasan yang tidak aman (unsafe packaging) umumnya berkenaan
dengan produk berbahaya yang tidak aman bagi anak-anak dan kemasannya yang
tidak mudah rusak.
Keempat, implikasi
pengemasan terhadap lingkungan (isu lingkungan). Informasi pengemasan adalah
menyesatkan dan tidak etis ketika menjanjikan manfaat bagi lingkungan yang
tidak dapat dipenuhinya.
6. Masalah
Etika dalam Promosi Penjualan
Promosi penjualan yang
berorientasi konsumen (termasuk praktik-praktik seperti pemberian kupon,
penawaran bonus, pengembalian, undian berhadiah, dan kontes) dapat bersifat
tidak etis ketika promotor penjualan
menawarkan sebuah penghargaan kepada konsumen tetapi tidak direalisasi. Contoh,
tidak mengirimkan bonus yang dijanjikan atau tidak mengirimkan cek pootongan
harga yang dijanjikan. Undian berhadiah dan kontes berpotensi menjadi tidak
etis ketika konsumen berpikir bahwa kemungkinan kemenangan mereka lebih besar
dari kenyataan yang ada.
Penting untuk diingat
bahwa para pemasar bukan merupakan satu-satunya pihak yang patut disalahkan
mengenai perilaku tidak etis dalam promosi penjualan. Konsumen juga terlibat
dalam aktivitas ini, seperti pengembalian kupon untuk barang yang tidak pernah
dibeli atau melakukan pengembalian atas alasan palsu.[1]
B.
Lingkungan
(Green
Marketing)
Survei menunjukkan
banyak konsumen yang bersedia membayar lebih untuk produk yang tidak merusak
lingkungan. Itulah sebabnya, banyak perusahaan yang menanggapi kepedulian
terhadap lingkungan ini dengan memperkenalkan produk yang lebih berorientasi
lingkungan, serta menjalankan program komunikasi pemasaran yang agresif untuk
mempromosikan produk-produk tersebut. Hal itu dikenal dengan istilah Green Marketing.
Telah banyak perusahaan yang menggunakan
kata “green” dan mengeksploitir
kepekaan konsumen, dengan menyatakan produk-produknya bisa didaur ulang (recyclable), dapat terurai (degradable), aman bagi lapisan ozon, dan
sebagainya. Akan tetapi bagi konsumen yang tidak peduli dengan masalah teknis,
kata degradable berarti bahwa kantong plastik ini akan terurai dengan cepat,
segera setelah dikubur di dalam tanah.
Walaupun kantong-kantong plastik
dikatakan bersifat photogradable (hancur oleh matahari dan hujan dalam waktu
yang lama), akan tetapi tidak biogradable. Artinya, kantong-kantong plastik
tersebut tidak akan terurai ketika dibuang ke tempat pembuangan sampah. Kita
harus sadar bahwa produk-produk yang diperkenalkan sebagai degradable,
ternyata tidak bersifat biogradable.
1. Tanggapan
terhadap Masalah Lingkungan`
Telah banyak tanggapan yang diberikan
perusahaan terhadap masalah lingkungan. Di antaranya dilakukan dengan membuat
produk baru atau produk yang disesuaikan (new
or revised product). Pada saat ini, banyak perusahaan bersedia
bertanggungjawab untuk tidak merusak lingkungan, serta produk dan proses
produksi pun menjadi lebih bersih. Kepedulian terhadap lingkungan menjadi
semakin penting, sehingga perbaikan lingkungan mencerminkan peluang ekonomi dan
kemampuan bersaing perusahaan.
Sejalan dengan itu, dipaparkan usaha
komunikasi pemasaran yang menyerukan tema kepekaan lingkungan. Selain
mempromosikan produk-produk ramah lingkungan (green product), upaya
komunikasi yang peduli lingkungan (green
communication) yang utama juga melibatkan pengemasan, program tanda
persetujuan (seal-of-approud), upaya
komunikasi yang berorientasi pada sebab (caused-oriented),
dan display di tempat pembelian.
a. Periklanan
yang Ramah Lingkungan
Analisis
isi iklan di berbagai media massa maupun media elektronik yang mengangkat tema
lingkungan menunjukkan bahwa, sebagian besar pengiklan yang ramah lingkungan (green advertisement) memperlihatkan
dampak lingkungan yang dijanjikan oleh merek yang diiklankan yang dikemas dalam
bentuk yang amat umum, tanpa secara spesifik mengidentifikasi manfaat
lingkungan yang diberikan atau tindakan tertentu yang telah dilakukan
perusahaan untuk mengatasi masalah tersebut.
Ada
tiga jenis periklanan yang ramah lingkungan (green advertising) yang bisa digunakan, yaitu iklan-iklan yang; 1)
menunjukkan sebuah hubungan antara produk atau jasa dan lingkungan biofisik; 2)
mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan tanpa menyoroti suatu produk atau
jasa tertentu; 3) menampilkan citra perusahaan yang terkesan bertanggungjawab
terhadap lingkungan.
b. Tanggapan
terhadap Kemasan
Kepedulian
konsumen terhadap dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kemasan
sebuah produk telah memunculkan tanggapan positif dari perusahaan sebagai
berikut: 1) minuman soda dan produk lainnya yang dikemas dalam botol plastik
yang dapat didaur ulang; 2) McDonald’s mengubah bungkus yang mengandung
polystyrene dengan kemasan kertas untuk burger dan jenis sandwich lainnya; 3)
Hones, produsen celana ketat (pantyhose) terkemuka dengan merek L’eggs,
mengubah bungkus plastik berbentuk telur mereka yang terkenal dengan karton,
sambil tetap mempertahankan siluet plastik berbentuk telur tersebut; 4) Semua
produsen deterjen terkemuka memperkenalkan deterjen dengan konsentrasi tinggi
sebagai cara untuk membuat kemasan yang lebih kecil sehingga akan lebih sedikit
sampah yang harus dibuang ke dalam tempat penampungan sampah yang sudah penuh;
5) sebuah perusahaan dari Maine, The Goodkind Pen Company memproduksi dan
memasarkan pena yang dibuat dari serpihan kayu pohon.
Di
sisi negatif, terdapat bukti bahwa barang kemasan seringkali menjadi tidak
efisien. Lebih dari 40 persen kemasan jus, karton susu, dan produk minuman
lainya mengandung isi produk yang tidak sesuai dengan apa yang disebutkan dalam
label kemasan.
c. Program
Tanda Persetujuan (Seal-of-Approval
Program)
Sekitar
30 negara di dunia telah memiliki program yang dirancang untuk membantu
konsumen dalam mengidentifikasi produk dan merek yang “ramah” lingkungan.
Seperti di Jerman, label Blue Angel merepresentasikan sebuah janji kepada
konsumen bahwa satu produk terdaftar untuk menyatakan dirinya sebagai ramah
lingkungan. Sementara satu program eco-labelling yang terkenal di AS adalah
Green Seal yang telah membentuk standard yang memberikan label kepada
perusahaan-perusahaan yang telah memenuhi standar lingkungan, yang berhasil dipenuhi
kurang dari 20 persen produk dalam kategori.
d. Program
Berorientasi Sebab (Cause-Oriented
Programs)
Pemasaran
yang cause-oriented dipraktikan ketika perusahaan mensponsori atau mendukung
suatu alasan yang layak. Komunikator pemasarn mengasosiasikan perusahaan dan
mereknya dengan suatu alasan yang layak akan menimbulkan kebaikan (goodwill). Atas dasar inilah perusahaan
mensponsori berbagai kegiatan yang bertema lingkungan. Program-program yang
berorientasi sebab dapat menjadi efektif jika tidak berlebihan (overused) dan jika para konsumen melihat
keterlibatan perusahaan dalam usaha perbaikan lingkungan secara nyata dan
tulus.
Contoh,
General Motor menanam satu pohon untuk setiap Chevrolet Geo yang berhasil dijual dan pemasar air minum mineral
Evian menempatkan perwakilannya di kampus-kampus untuk menumbuhkan kesadaran
lingkungan dan merekrut anggota baru untuk Worl
Wildlife Fund.
e. Program
di Tempat Pembelian
Display
di dalam toko merupakan cara yang tepat untuk mengkomunikasikan perhatian suatu
merek terhadap lingkungan. Selain menggunakan tempat pembelian (point off
purchase) sebagai alat untuk mempromosikan kepedulian lingkungan suatu merek,
perhatian juga dapat difokuskan kepada bagaimana mempertahankan konstruksi
display tersebut. Miliar dolar diinvestasikan untuk plastik, kayu, metal,
kertas, dan bahan-bahan lain yang digunakan untuk membangun display di tempat
pembelian. Namun banyak dari display yang dikirimkan perusahaan kepada pengecer
ternyata tidak digunakan sebagaimana mestinya dan seringkali dibuang di tempat
sampah.
Konsultasi dengan pihak pengecer tentang
kebutuhan display di toko merupakan salah satu solusi untuk mencegah kejadian
tersebut, dan akan meningkatkan penggunaan display yang permanen (yang dibangun
paling tidak untuk jangka waktu enam bulan) yang secara substansial akan
mengurangi jumlah display yang temporer dan cepat terbuang.
2. Panduan
untuk Green Marketing
Signifikansi dari masalah lingkungan
menuntut komunikator pemasaran melakukan apapun
untuk menjamin bahwa klaim “bersahabat dengan lingkungan” (green claim) dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk membantu perusahaan mengetahui klaim tentang
lingkungan macam apa yang dapat dan tidak dapat dikomunikasikan di dalam iklan,
The Federal Trade Commission (agen
pemerintah Amerika yang bertanggung jawab membuat regulasi mengenai praktik
bisnis yang deceptive dan unfair dan menyusun panduan untuk klaim-klaim
pemasaran yang ramah lingkungan (environmental
marketing).
Panduan
tersebut mengemukakan empat prinsip umum yang mendasari semua klaim pemasaran
yang berhubungan dengan lingkungan:
a. Kualifikasi
dan pengungkapan yang diberikan harus cukup menjelaskan dan penting untuk
mencegah terjadinya penipuan.
b. Klaim
harus dinyatakan dengan jelas apakah mereka berlaku untuk produknya,
kemasannya, atau komponen dari masing-masing produk atau kemasan. Klaim tidak
boleh berlebihan dalam menyataan sebuah atribut atau manfaat lingkungan, baik
secara gamblang maupun secara tersirat.
c. Klaim
komparatif harus disajikan dengan dasar perbandingan yang jelas, untuk
menghindari terjadinya penipuan bagi konsumen.[2]
Selain panduan yang dikeluarkan oleh FTC,
sekelompok penuntut umum yang mewakili 10 negara bagian mengembangkan suatu set
rekomendasi bagi environmental marketers. Rekomendasi tersebut menyediakan
panduan untuk pelabelan, pengemasan, dan pengiklanan produk-produk yang
memiliki atribut lingkungan. Para komunikator pemasaran ditawarkan empat
rekomendasi umum untuk menyusun klaim tentang lingkungan yang layak sebagai
berikut:
1) Membuat
Klaim yang Spesifik
Panduan
ini dibuat untuk mencegah komunikator pemasaran menggunakan klaim yang tidak
memiliki arti. Penggunaan klaim spesifik ini memungkinkan konsumen memiliki
informasi yang benar sebagai dasar membuat pilihan, memungkinkan terjadinya
salah pengertian atas klaim, dan meminimalkan peluang bahwa konsumen akan
mempunyai ekspektasi lebih terhadap klaim yang dibuat.
2) Merefleksikan
Current Disposal Options
Panduan
ini diarahan untuk mencegah klaim yang secara teknis akurat, akan tetapi tidak
realistis untuk diimplementasikan sehubungan dengan praktik pembuangan sampah
di suatu daerah.
3) Membuat
Klaim yang Substantif
Panduan
ini diarahan untuk mencegah klaim yang tidak penting dan tidak relevan untuk
memberikan kesan bahwa merek yang dipromosikan adalah “ramah” lingkungan.
4) Membuat
Klaim yang Supportable
Panduan
ini memiliki pengertian yang sangat jelas, bahwa klaim tentang lingkungan harus
didukung dengan bukti ilmiah yang kompeten dan dapat dipercaya.[3]
C.
Peraturan
1. Peraturan
dalam komunikasi pemasaran sangat diperlukan guna melindungi konsumen dan
kompetitor dari praktek bisnis yang curang (fraudulent),
menipu (deceptive), dan tidak jujur (unfair) yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan.
2. Peraturan
dalam komunikasi pemasaran dibutuhkan ketika keputusan konsumen didasarkan atas
informasi yang terbatas atau salah. Sehingga menyebabkan kerugian ekonomi,
fisik, dan psikologi.
3. Manfaat
dari adanya peraturan dalam komunikasi pemasaran, meliputi :
a. Konsumen
mempunyai alternative pilihan karena mendapatkan informasi yang lebih banyak
dari pasar.
b. Konsumen
dapat memperoleh kualitas produk yang lebih baik, karena produsen cenderung
meningkatkan kualitas produk sesuai dengan kebutuhan konsumen.
c. Adanya
perubahan harga akibat beredarnya informasi yang kurang menguntungkan.
4. Bentuk
peraturan yang mempengaruhi aspek-aspek dari komunikasi pemasaran yaitu :
a. Peraturan
pemerintah.
b. Peraturan
dalam industri itu sendiri (industry self
regulation).[4]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Persoalan
Etis
a. Etika
dalan Targeting
Targeting adalah usaha
memasarkan produk khusus dan melakukan komunikasi pemasaran yang diarahkan pada
segmen tertentu. Dalam targeting terkadang sering muncul dilema etika dalam
usaha untuk mengkomunikasikan produk kepada segmen. Misalnya pada anak-anak dan
kaum minoritas.
b. Masalah
Etika dalam Periklanan
Iklan dianggap para
praktisi amat bertanggung jawab terhadap segala kejadian baik di dalam hidup
dan dikritik oleh lawan mereka sebagai penyebab sebagian besar hal yang buruk.
Sebagai suara teknologi, periklanan diasosiasikan dengan berbagai ketidakpuasan
di tingkat industri. Sebagai suara dari kebudayaan massal, iklan mengandung
kritikan para intelektual. Dan sebagai penjelmaan yang paling terlihat dari
kapitalisme, ia telah mnyediakan tidak kurang dari sebuah kekuatan bagi kritik
sosial.
c. Masalah
Etika dalam Hubungan Masyarakat
Publisitas merupakan
aspek dari hubungan masyarakat yang berhubungan erat dengan komunikasi
pemasaran, melibatkan penyamapaian informasi positif mengenai sebuah perusahaan
dan produk-produknya, dan memperbaiki publisitas negatif.
d. Masalah
Etika dalam Personal Selling dan Telemarketing
Kemungkinan perilaku
tidak etis lebih besar terjadi dalam personal selling, termasuk telemarketing,
dibandingkan aspek lain dari komunikasi pemasaran.
e. Masalah
Etika dalam Kemasan
Terdapat empat aspek
dalam pengemasan yang melibatkan masalah etis. Pertama, informasi label dalam
kemasan yang dapat menyesatkan bagi konsumen dengan memberikan informasi yang
berlebihan atau bahkan kurang.
f. Masalah
Etika dalam Promosi Penjualan
Promosi penjualan yang
berorientasi konsumen (termasuk praktik-praktik seperti pemberian kupon,
penawaran bonus, pengembalian, undian berhadiah, dan kontes) dapat bersifat
tidak etis ketika promotor penjualan
menawarkan sebuah penghargaan kepada konsumen tetapi tidak direalisasi.
2. Lingkungan (Green
Marketing)
Survei menunjukkan banyak konsumen yang
bersedia membayar lebih untuk produk yang tidak merusak lingkungan. Itulah
sebabnya, banyak perusahaan yang menanggapi kepedulian terhadap lingkungan ini
dengan memperkenalkan produk yang lebih berorientasi lingkungan, serta
menjalankan program komunikasi pemasaran yang agresif untuk mempromosikan
produk-produk tersebut. Hal itu dikenal dengan istilah Green Marketing.
3. Peraturan
a. Peraturan
dalam komunikasi pemasaran sangat diperlukan guna melindungi konsumen dan kompetitor
dari praktek bisnis yang curang (fraudulent), menipu (deceptive), dan tidak
jujur (unfair) yang dilakukan oleh beberapa perusahaan.
b. Peraturan
dalam komunikasi pemasaran dibutuhkan ketika keputusan konsumen didasarkan atas
informasi yang terbatas atau salah. Sehingga menyebabkan kerugian ekonomi,
fisik, dan psikologi.
B.
Saran
Cukup sekian apa yang
dapat saya sajikan, saya menyadari banyak kekurangan dalam isi penulisan
makalah ini, mohon saran dan kritiknya kepada teman-teman mahasiswa agar saya
dapat memperbaikinya lagi. Khususnya dari Ibu dosen kritik dan saran sangat
saya harapkan untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dedy Sumardy, Tantangan Marketing Comunication, (Online), http://careernews.id/jobs/view/1964-Menjadi-Marketing-Communication-and-Promotion-Staff.
Komunikasi Pemasaran terpadu,
Edisi 9
Etika dalam Komunikasi Pemasaran, (Online), https://communicationista.wordpress.com/2009/06/04/etika-dalam-komunikasi-pemasaran/.
[1] Dedy
Sumardy, Tantangan Marketing Comunication,
(Online), http://careernews.id/jobs/view/1964-Menjadi-Marketing-Communication-and-Promotion-Staff, diakses pada tanggal 09 April
2017.
[3]
Etika
dalam Komunikasi Pemasaran, (Online), https://communicationista.wordpress.com/2009/06/04/etika-dalam-komunikasi-pemasaran/,
diakses pada tanggal 09 April 2017.
0 komentar:
Posting Komentar